Oleh : Miskun, S.Pd, M.Pd
Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghathafani, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ
أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ
“Allah Ta’ala berfirman: Wahai
anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di
waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang” (HR. Tirmidzi no.
475, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 4342).
B. Keutamaan
Sholat Duha
Selain menjadi identitas
orang-orang yang gemar bertobat dan kembali kepada Allah Ta’ala, salat
Duha memiliki keutamaan lain yang begitu besar, di antaranya:
Pertama: akan Allah Ta’ala cukupkan
kebutuhan hidupnya.
Allah Ta’ala di dalam
hadis qudsi berfirman,
ابنَ آدمَ
اركعْ لي أربعَ ركَعاتٍ من أولِ النهارِ أكْفِكَ آخِرَه
“Wahai anak Adam, rukuklah
(salatlah) karena Aku pada awal siang (salat Duha) empat rakaat, maka Aku akan
mencukupi (kebutuhan)mu sampai sore hari.” (HR. Tirmidzi no. 475)
Kedua: Salat Duha merupakan
sedekah.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
يُصْبِحُ علَى كُلِّ سُلَامَى مِن أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّتَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بالمَعروفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِن ذلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُما مِنَ الضُّحَى
“Setiap ruas dari anggota tubuh
di antara kalian, pada pagi hari harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih
adalah sedekah.
Setiap tahmid adalah sedekah. Setiap tahlil adalah sedekah. Setiap takbir
adalah sedekah. Menyuruh kebaikan adalah sedekah. Dan mencegah kemungkaran
adalah sedekah. Dan semua ini bisa dicukupi dengan melaksanakan salat Duha
sebanyak dua rakaat.” (HR. Muslim no. 720
Ketiga: Pahala melaksanakannya
setara dengan melaksanakan ibadah umrah.
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
مَنْ
خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ
الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لَا يَنْصِبُهُ
إِلَّا إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ وَصَلَاةٌ عَلَى أَثَرِ
صَلَاةٍ لَا لَغْوَ بَيْنَهُمَا كِتَابٌ فِي عِلِّيِّينَ
“Barangsiapa yang keluar dari
rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan salat wajib, maka pahalanya
seperti pahala orang yang haji yang sedang ihram. Dan barangsiapa yang keluar
dari rumahnya untuk melaksanakan salat Duha, dia tidak mempunyai niat kecuali
itu, maka pahalanya seperti orang yang sedang umrah. Dan menunggu salat hingga
datang waktu salat yang lain yang tidak ada main-main di antara keduanya, maka
pahalanya ditulis di ‘Iliyyin.” (HR. Abu Dawud no. 558 dan Ahmad no. 22304, hadis
ini dihasankan oleh Syekh Albani).
Keempat:
Salat Duha lebih mulia dari harta rampasan perang.
Di dalam sebuah hadis disebutkan,
بعَث
رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم سَرِيَّةً فغنِموا وأَسرَعوا الرَّجعَةَ
فتحَدَّث الناسُ بقُربِ مَغزاهم وكثرَةِ غَنيمَتِهم وسُرعَةِ رَجعَتِهم فقال رسولُ
اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ألَا أدُلُّكم على أقرَبَ منه مَغزًى وأكثرَ
غَنيمَةً وأَوشَكَ رَجعَةً مَن توَضَّأ ثم غَدا إلى المَسجِدِ لِسُبحَةِ الضُّحَى
فهو أقرَبُ مَغزًى وأكثَرُغَنيمَةً وأَوشَكُ رَجعَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengutus pasukan perang kemudian pasukan itu mendapatkan harta
rampasan dan pulang cepat. Maka, para sahabat banyak yang membicarakan tentang
pasukan tersebut yang tujuannya dekat, rampasan perangnya banyak, dan cepat
kembali.
Maka, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, ‘Maukah kalian aku tunjukkan kepada yang lebih dekat
tempat perangnya, lebih banyak harta rampasan perang, dan lebih cepat kembali?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudu kemudian berangkat ke masjid untuk
melakukan salat Duha, maka itulah yang lebih dekat tempat perangnya, lebih
banyak harta rampasan perangnya, dan lebih cepat kepulangannya.” (HR.
Ahmad no. 6638 dan Thabrani no. 14684)
C. Waktu terbaik melaksanakan salat Duha
Waktu yang paling baik untuk
melaksanakan salat Duha adalah ketika matahari benar-benar telah meninggi dan
panasnya mulai terasa, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
صَلَاةُ
الأوَّابِينَ إذَا رَمِضَتِ الفِصَالُ.
“Salat awwabin (salat
dhuha) adalah ketika anak unta merasakan terik matahari.” (HR.
Muslim no. 748)
Para ulama memperkiraan bahwa
waktunya adalah ketika telah berlalu seperempat siang, yaitu pertengahan waktu
antara terbitnya matahari dan waktu salat zuhur sebagaimana perkataan Imam
At-Thahawi rahimahullah,
وَوَقْتُهَا
الْمُخْتَارُ إِذَا مَضَى رُبُعُ النَّهَارِ
“Waktu yang terpilih darinya
(salat Duha) adalah ketika telah berlalu seperempat siang.”
Jika di sebuah daerah matahari
terbit jam 05.30 dan masuknya waktu zuhur pada jam 11.40, maka waktu terbaik
untuk melaksanakan salat Duhanya adalah sekitar jam 08.30 sampai jam 09.00.
Karena jam 08.30 sampai jam 09.00 adalah pertengahan waktu antara terbitnya
matahari dan waktu salat Zuhur di daerah tersebut.
D. Hukum salat Duha dan jumlah rokaat
Pertama: Hukum
melaksanakannya adalah sunah muakkadah (sunah yang sangat ditekankan),
karena salat ini termasuk salah satu wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada para sahabatnya. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
أَوْصَانِي
حَبِيبِي – صلَّى اللهُ عليه وسلَّم – بِثَلَاثٍ، لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ
«بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلَاةِ الضُّحَى، وَبِأَن
لَا أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ
“Kekasihku
(Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepadaku tiga
perkara yang tidak akan aku tinggalkan selama aku masih hidup: puasa tiga hari
setiap bulan, shalat Duha, dan aku tidak tidur sehingga salat witir terlebih
dahulu.” (HR.
Muslim no. 722)
Kedua: Jumlah rokaat
Shalat dhuha dikerjakan minimal
dua raka’at sebagaimana dalam hadits Abu Dzar dan Abu Hurairah di atas.
Disebutkan dalam hadits dengan kata “dua rakaat shalat dhuha”.
Namun ulama khilaf mengenai kadar
maksimal rakaat shalat dhuha. Jumhur ulama berpendapat maksimal delapan rakaat.
Berdasarkan hadits dari Ummu Hani’:
أنَّ
النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عامَ الفتحِ صلَّى ثمانَ ركعاتٍ سُبحةَ الضُّحى
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
di tahun terjadinya Fathu Makkah beliau shalat delapan rakaat shalat dhuha”
(HR. Bukhari no. 1103, Muslim no. 336).
Sebagian ulama berpendapat tidak
ada batasannya. Dalilnya hadits dari Aisyah radhiallahu’anha,
كان
النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُصلِّي الضُّحى أربعًا، ويَزيد ما شاءَ اللهُ
“Dahulu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam shalat dhuha empat raka’at dan beliau biasa menambahkan
sesuka beliau” (HR. Muslim no. 719).
Ketiga: Jika
salatnya lebih dari 2 rakaat, maka yang lebih utama baginya adalah menjadikannya
dua rakaat-dua rakaat; yaitu dengan melakukan salam di setiap dua rakaat.
Dalilnya adalah sabda nabi,
صلاةُ
الليلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Salat malam itu dua rakaat-dua
rakaat.” (HR.
Bukhari no. 472 dan Muslim no. 749).
Hadis di atas hanya menyebutkan
perihal salat sunah malam, karena salat sunah lebih banyak dilakukan di malam
hari. Hanya saja hukum dua rakaat-dua rakaat ini berlaku di malam hari dan juga
di siang hari, sehingga salat Duha pun termasuk di dalamnya.
E. Do’a
setelah sholat duha
Tidak terdapat hadits dari Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam yang shahih dan sharih (tegas), mengenai doa
setelah shalat dhuha. Adapun hadits dari Aisyah radhiallahu’anha:
صلى رسول
الله صلى الله عليه وسلم الضحى، ثم قال: “اللهم اغفر لي، وتب علي، إنك أنت التواب
الرحيم” حتى قالها مائة مرة
“Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pernah shalat dhuha, kemudian membaca doa: /Allaahummagh firlii wa tub
‘alayya, innaka antat tawwaabur rahiim/ (Ya Allah, ampunilah dosaku, dan
terimalah taubatku, sungguh Engkau adalah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang). Beliau ucapkan ini 100x” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no.
219, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrad).
Do’a yang popular dimasyarakat
اَللّٰهُمَّ
اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ
وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ
اَللّٰهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى
اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ
حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ
وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ
"Wahai
Tuhanku, sesungguhnya waktu Dhuha adalah
waktu Dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu,
kekuatan adalah kekuatan-Mu, dan kekuasaan adalah kekuasaan-Mu serta penjagaan
adalah penjagaan-Mu. Ya Allah, jika rizqiku masih di atas langit, turunkanlah
dan jika ada di dalam bumi, keluarkanlah. Jika sukar mudahkanlah, jika haram
sucikanlah, jika masih jauh dekatkanlah, berkat waktu Dhuha, keagungan,
keindahan, kekuatan dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepada kami segala yang
telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang saleh."
Perlu diketahui bahwa doa ini
bukan berasal dari al-Qur’an atau as-Sunnah. Namun doa ini dengan redaksi penuh
seperti ini disebutkan dalam beberapa kitab madzhab Syafi’i, yaitu dalam kitab
Hasyiyah al-Jumal 1/485, kitab I’anah ath-Thalibin 1/295, dan kitab Tuhfah
al-Muhtaj 2/231.
Dan dalam kitab al-Mujalasah wa
Jawahir al-Ilmi no. 3425 diriwayatkan potongan dari doa ini, bahwa al-Ashma’i
mendengar seorang wanita badui berdoa di padang Arafah:
اللهُمَّ!
إِنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ؛ فَأَنْزِلْهُ، وَإِنْ كَانَ فِي الأَرْضِ؛
فَأَخْرِجْهُ، وَإِنْ كَانَ نَائِيًا؛ فَقَرِّبْهُ، وَإِنْ كَانَ قَرِيبًا؛
فَيَسِّرْهُ.
“Ya Allah, apabila rezekiku
berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka
keluarkanlah, apabila jauh maka dekatkanlah, dan apabila dekat maka
mudakanlah.”
Namun andaikan seseorang
mengamalkan doa ini setelah shalat dhuha, pun tidak mengapa. Selama tidak
berkeyakinan bahwa ini adalah doa khusus setelah shalat dhuha.
Sebagai kesimpulan, salat Duha
adalah amalan yang ringan, namun dapat mendatangkan cinta Allah Ta’ala kepada
kita. Amalan yang bisa kita selesaikan hanya dengan beberapa menit saja, namun
akan menjadikan kita sebagai pribadi yang gemar bertobat kepada Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, mari bersemangat untuk konsisten di dalam mengamalkannya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan
kita taufik untuk bisa terus menerus mengamalkannya, merebut ghanimah yang
paling mulia. Semoga Allah Ta’ala menumbuhkan rasa cinta kita kepada
ibadah yang mulia ini.
Wallahu a’lam bisshowaab.